
Bagaimana bila Pengusaha atau Pekerja tidak/lalai menjalankan kewajibannya dalam Hubungan Industrial? Dalam Hukum Ketenagakerjaan tercantum sanksi/hukuman yang dapat dijatuhkan kepada siapapun yang melakukan pelanggaran. Hal ini tergantung dari jenis-jenis pelanggaran yang dilakukan.
{tocify} $title={Table of Contents}Ada tiga jenis sanksi, yaitu Sanksi Administratif, Sanksi Perdata, dan Sanksi Pidana. Sanksi Pidana dalam Hubungan Industrial dapat dijatuhkan kepada pekerja atau pengusaha apabila melakukan pelanggaran (kejahatan).
Sanksi Pidana
Bentuk Bentuk Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan :
- Dikenakan ancaman Sanksi Pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp. 500.000.000,- bagi Pengusaha yang tidak mengikutsertakan Pekerja yang mengalami PHK karena usia pensiun pada program pensiun dan tidak memberikan pesangon sebesar dua kali ketentuan, uang penghargaan, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan (Pasal 184 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
- Pidana denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- dan paling tinggi Rp. 50.000.000,- bila memungut biaya penempatan tenaga kerja oleh perusahaan penempatan tenaga kerja swasta (Pasal 38 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
- Sebagai kejahatan dan diancam pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi Pengusaha yang membayar upah lebih rendah dari ketentuan upah minimum (Pasal 90 Ayat 1, Pasal 185 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
- Pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi Pengusaha yang tidak membayar kepada Pekerja yang mengalami PHK yang setelah enam bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya, karena dalam proses perkara pidana, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian hak sesuai ketentuan (Pasal 185 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
- Sanksi Pidana pelanggaran dengan ancaman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama empat bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi Pengusaha yang :
- Tidak membayar upah dalam hal Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan karena sakit.
- Tidak membayar upah Pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haid.
- Tidak membayar upah kepada Pekerja yang tidak masuk kerja karena pekerja menikah, menikahkan anak, mengkhitankan/membaptiskan anak, atau karena istri/anak/menantu/orangtua/mertua dan anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.
- Tidak membayar upah Pekerja yang sedang menjalankan kewajiban terhadap negara dan kewajiban agamanya.
- Tidak mempekerjakan Pekerja, pekerjaan yang dijanjikan.
- Memaksa Pekerja untuk bekerja padahal Pekerja sedang melaksanakan hak istirahat.
- Pengusaha yang memaksa pekerja untuk bekerja pada saat pekerja sedang melaksanakan tugas pendidikan dari Perusahaan (Pasal 186 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
Sanksi Perdata
Sanksi Perdata dalam perselisihan Hubungan Industrial dapat dijatuhkan kepada Pengusaha dan Pekerja. Bentuk sanksi sebagai berikut :
- Batalnya Perjanjian Kerja bila Perjanjian Kerja bukan karena kesepakatan dan kecakapan kedua belah pihak.
- Batalnya Perjanjian Kerja apabila pekerjaan yang diperjanjikan tersebut bertentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
- Batalnya PHK bila sebelumnya tidak ada penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial untuk jenis PHK yang mempersyaratkan adanya penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial.
- Hubungan kerja antara Pekerja dengan Perusahaan penerima borongan pekerjaan beralih menjadi hubungan kerja antara Pekerja dengan pemberi pekerjaan apabila pekerjaan yang diborongkan tidak memenuhi syarat (Pasal 65 Ayat 8 dan 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
- Status hubungan kerja antara Pekerja dengan PPJP beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi pekerjaan apabila PPJP itu digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan tugas pokok/produksi (Pasal 66 Ayat 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
- Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah, maka Pekerja yang melakukan mogok dianggap mangkir dan bila sudah dipanggil secara patut dan tertulis, Pekerja tidak juga datang maka dianggap mengundurkan diri. Ia tidak berhak mendapat uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
- Mogok kerja di perusahaan yang melayani kepentingan umum atau yang berkaitan dengan keselamatan jiwa manusia sehingga jatuh korban, maka dianggap sebagai kesalahan berat. Pekerja yang bersangkutan tidak berhak mendapat uang pesangon.
Sanksi Administratif
Sanksi Administratif dapat dijatuhkan apabila pengusaha melakukan pelanggaran-pelanggaran antara lain :
- Melakukan diskriminasi kesempatan kerja kepada pekerja.
- Penyelenggaraan pelatihan kerja yang tidak memenuhi syarat.
- Melakukan pemagangan pekerja di luar negeri tanpa ijin dari instansi tenaga kerja.
- Perusahaan penempatan tenaga kerja yang memungut biaya penempatan kepada pekerja.
- Perusahaan yang tidak membentuk lembaga kerja biparti padahal sudah mempekerjakan lebih dari 50 orang pekerja.
- Pengusaha tidak mencetak atau memperbanyak naskah Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
- Pengusaha yang tidak memberikan bantuan paling lama enam bulan takwin terhitung sejak hari pertama pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggungannya. Kewajiban pengusaha tersebut diatur dengan persentase berikut: untuk satu orang tanggungan 25% dari upah, dua orang tanggungan 35% dari upah, tiga orang tanggungan 45% dari upah, empat orang atau lebih tanggungan 50% dari upah (Lihat Pasal 190 Undang-Undang Ketenagakerjaan).
Bentuk sanksi administratif tersebut dapat berupa :
- Teguran.
- Peringatan tertulis.
- Pembatasan kegiatan usaha.
- Pembekuan usaha.
- Pembatalan pendaftaran.
- Penghentian sementara sebagian atau keseluruhan alat produksi.
- Pencabutan ijin usaha.